Ayo Gabung!
Bersehati dalam melayani. Mejuah-juah Tuhan Yesus Si Masu-masu.     Selamat datang di blog Musik Gerejawi Karo: menyuguhkan konten-konten yang berkaitan dengan musik gerejawi Karo | Menyatukan umat Kristen Karo dari semua denominasi dan aliran dalam Kasih Kristus dan solidaritas Karo.       | Pusatnya partitur lagu-lagu Karo, khususnya lagu(musik) gerejawi(rohani) Karo.    KARO INJILI BERDOA: Setiap Rabu(malam Kamis), Pukul 19.30 WIB       | Cari PARTITUR LAGU KARO di sini tempatnya. | Mari bersama lestarikan musik Karo dengan mendokumentasikan dalam bentuk partitur. Kontak/info ke ADMIN twitter: @MGK_Simalem, @Bastanta_PS366, @KARO_ERDILO, Pin BB: 524D3EA5. Mejuah-juah

Selasa, 24 Maret 2015

Pijer Podi

PIJER PODI
Oleh: Bastanta P. Sembiring

Banyak dalam dokumen masyarakat Suku Karo kita temukan kata “pijer podi”. Misalkan dokumen persadaan(organisasi), baik kuta, kuta kemulihen(daerah asal), Credit Union(CU), merga, kepemudaan, kepanitiaan, keagamaan, bahkan hingga dokumen pemerintahan.
Salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, yakni Kabupaten Karo juga menjadikan kata ini sebagai mottonya. Tetapi, dari sekian banyaknya dokumen-dokumen tersebut yang menuliskan kata pijer podi, tidak banyak orang, juga orang Karo sendiri sekarang ini yang memahami arti dan makna dari kata pijer podi.

Sering muncul pertanyaan, apa sebenarnya arti pijer podi? Dan dengan mudah yang lainnya menjawab, gotong royong.

Namun, cukupkah kita menjawab, pijer podi sama dengan gotong royong?

Untuk itu saya mencoba membuka dalam bentuk tulisan ini, semoga diwaktu akan datang dapat didiskusikan lebih mendalam dan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang dapat menjadi pencerahan bagi masyarakat Karo ke depannya.

Pijer Podi menurut Cakap(Bahasa Karo) Karo

Pijer Podi berasal dari dua suku kata, yakni: “pijer” dan “podi”. Pijer berarti: pijar(bara), solder, ataupun patri. Sedangkan kata podi berarti: serbuk(hasil kikiran) emas ataupun perak yang dicampur dengan boraks untuk dilumaskan pada permukaan patrian agar erat, kokoh, juga mempercantik(membentuk motif/hiasan).

Erpodi dalam masyarakat tradisional Suku Karo, adalah kegiatan mematri sebuah benda dengan melumasinya dengan serbuk emas, ataupun perak yang dicampur boraks agar erat dan kokoh. Selain untuk memperkuat patrian, kegiatan ini juga untuk membentuk motif/hiasan pada benda-benda.

Jadi, pijer podi dapat kita simpulkan: patrian khusus dari serbuk emas/perak yang dicampur dengan boraks agar erat dan kokoh.


Pijer Podi sebagai motto pemersatu Suku Karo

Photo: Juara R. Ginting
Sebuah semboyan ataupun motto yang diciptakan oleh satu komunitas atau dijulukkan oleh orang luar terhadap komunitas tersebut, tentunya memperhatikan aspek internal dari komunitas tersebut. Misalkan, julukan “Bumi Turang” untuk Taneh Karo ataupun “pijer podi” sebagai motto dari Kabupaten Karo dan juga banyak perkumpulan Karo lainnya.

Kemudian mari kita merenung sejenak. Apakah atau dapatkah kita katakan pijer podi sebagai motto pemersatu Suku Karo dahulu, sekarang, dan esok?

Coba perhatikan “Sangkep Nggeluh Kalak Karo”, yakni: Merga Silima, Tegun/Sangkep Siempat, Tutur Siwaluh, dan Perkade-kaden Sisepuluhdua. Dimana semua ini(sangkep nggeluh-red) dimiliki setiap orang Karo ataupun yang telah dikarokan sejak dahulu. Artinya, tidak ada orang Karo atau yang telah dikarokan tidak memiliki ataupun dirangkul oleh sangkep nggeluh ini. Begitu kita dilahirkan sebagai orang Karo atau dikarokan, maka kita telah dirangkul dengan erat oleh sangkep nggeluh tersebut.

Kita setuju pondasi/dasar dari tatanan sosial Suku Karo, adalah Sangkep Siempat ataupun “tegun/terpuk siempat”, yakni: 1 Sembuyak, 2 Anak Beru, 3 Kalimbubu, dan 4 Senina. Kita ambil satu contoh aplikasinya pada ‘runggu(meetings)’ Suku Karo. Misalkan pada kerja-kerja(hajatan/upecara adat). Setiap orang Karo ataupun yang dikarokan akan mengalami semua posisi tersebut. Karena ini akan berputar.

Dalam runggu Karo, harus kuh(lengkap) sangkep nggeluh siempat(Sembuyak, Kalimbubu, Anak Beru, dan Senina) ini. Jika salah satu dari keempat pondasi atau misalkan kita katakan tiang ini kurang satu saja, maka tentunya bangunan akan miring bahkan akan runtuh. Demikian juga dalam runggu, jika salah satu tegun(kelompok) tidak ada, maka bagaimana dapat dilakukan runggu menurut adat istiadat Karo. Tidak percaya?

Coba perhatikan misalkan perjabun(pernikahan) orang Karo di perlajangen(tanah rantau). Apakah dalam runggu(musyawarah/meeting) untuk merencanakan hajatan tersebut salah satu pihak keluarga dapat katakan, kita mulai saja runggu ini, sebab Anak Beru kami jauh di Taneh Karo sana. Tentu tidak. Pastinya diusahakan agar setiap tegun(4 terpuk) itu hadir. Setidaknya dicarikan yang dapat mewakilinnya. Artinya, tiang harus lengkap 4(empat). Bukan dua atau pun tiga. Harus empat!


Jadi nyata sekali implementasi pijer podi ini pada kehidupan masyarakat Karo melalui sangkep nggeluh, sehingga tidaklah mengherankan jika orang Karo katakan, “Kam kap aku. Aku kap kam” atau dalam bahasa Indonesianya, “Aku adalah engkau dan engkau adalah aku.” Ini sebagai gambaran betapa eratnya, kokohnya, dan indahnya persaudaraan Karo itu. Jadi pijer podi memenuhi syarat sebagai motto hidup masyarakat Karo.

Namun, bagaimana jikalau keempat pondasi yang melatari pijer podi itu kurang(komposisi tidak lengkap)? Maka  ibarat bangunan akan miring bahkan runtuh, demikian juga tatanan sosial Karo. Sebab tidak ada lagi pondasi yang kokoh dapat menyokong kekerabatan pada Suku Karo itu. Jadi, ola main-main teman, “sangkep siempat” e harga mati.

Memperaktekkan pijer podi?

Sekarang ini, hampir di seluruh wilayah Indonesia dapat ditemukan orang Karo. Bahkan hingga ke luar negeri. Baik yang hidup sendiri-sendiri jauh dari komunitas Karo, ataupun yang berkelompok dan membentuk perkumpulan orang Karo. Artinya, orang Karo telah terpencar dari wilayah-wilayah Karo.

Bahkan pada dasarnya, Karo itu sendiri telah terbagi-bagi menurut kelompok wilayah adatnya, dialek dan aksen bahasa, bahkan hingga adat praktisnya. Namun, itu semua bukan jadi masalah selama orang Karo memegang teguh motto “pijer podi” dalam menjalankan “sangkep nggeluh”. Dan itu terbukti.

Untuk itu, tentunya motto pijer podi perlu kembali dihidupkan dan menjadi semboyan hidup bagi semua masyarakat Suku Karo atau yang telah dikarokan. Dimana, kita hidup dan diikat dengan erat, kokoh, dan indah dalam ikatan persaudaraan Karo yang kita kenal dengan “Sangkep Nggeluh Kalak Karo”.

Menanggapi hal ini, saya tertarik dengan motto yang dikemukakan Pdt. Edi Suranta Ginting kepada setiap anggota dalam lembaga yang beliau pimpin dengan KKK(3K)-nya. Yakni: 1 Kristus, 2 Karo, dan 3 Kaya.

Dalam hal ini, mengingat masyarakat Karo hidup dalam kepercayaan yang beraneka ragam, maka “K(Kristus)” yang pertama saya ganti dengan “kiniteken”, dan menambahkan satu “k” lainnya, yakni: keluarga(jabu: kekeluargaan).

Menurut saya, erat dan teguh suatu komunitas(-Karo) dapat terjadi apabila didasari pada 4K yang menjadi perayaken(target pencapaian) bersama setiap masyarakatnya, yakni:

1. Kiniteken(kepercayaan),
2. Kinikaron(tradisi),
3. Keluarga(jabu: kekerabatan/kekeluargaan), dan
4. Kebayaken(kekayaan).

Dan akan menjadi indah jika 4S sebagai gelemen(pegangan) untuk mengukir 4K sebagai perayaken di atas, yakni:

4. Sitandan(saling mengenal/memahamai),
2. Siajar-ajaren(saling mengajari, memperingatkat, berbagi ilmu,dlsb)
3. Sisampat-sampaten(saling membantu), dan
4. Sikeleng-kelengen(saling mengasihi dan menyayangi).

Pertemuan antara 4K dan 4S dalam berperan/menjalankan ‘sangkep nggeluh’ akan menghasilkan pijer podi(4K+4S=Pijer Podi), yakni: ikatan yang erat, kokoh, dan indah.” Mejuah-juah.


Artikel ini juga dipublikasikan di:
http://www.sorasirulo.com/2015/03/18/pijer-podi-1-arti-kata/
http://www.sorasirulo.com/2015/03/19/pijer-podi-2-motto-suku-karo/
http://www.sorasirulo.com/2015/03/20/pijer-podi-3-praktek/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar